Salam Jumpa Dunia!

Welcome to Nancy Souisa's weblog. This blog is an expression of my wrestling and emotions as a woman.

Monday, March 10, 2008

Perbandingan Pandangan dan Sikap Badan-badan Zending Calvinis dan Lutheran terhadap Agama Suku dan Penerapannya di Indonesia Abad ke-19

Tulisan ini awalnya suatu hasil membaca dan mencoba-coba membuat perbandingan untuk sekadar melihat perbedaan dan kesamaan karakter dalam Pekabaran Injil (PI) antara badan-badan zending beraliran Calvinis dan Lutheran. Dari situ saya juga mencoba melihat bagaimana perspektif badan-badan zending tersebut terhadap eksistensi masyarakat lokal (indigenous people) beserta seluruh ekspresi kebudayaannya. Dari tulisan sederhana ini pula diharapkan tergambar bahwa kemajemukan pendekatan PI di kalangan gereja-gereja yang tumbuh di Indonesia memiliki akar sejarah dan benturan budaya yang cukup panjang. Dengan melihatnya demikian, kita tidak hanya memahami perbedaan karakteristik bergereja pada aspek doktrinal semata.

1. Persamaan
  • Badan zending Calvinis dan Lutheran memiliki kesamaan dalam pandangan tentang agama suku. Agama suku yang terepresentasi dalam masyarakat adat pada suatu lokus PI dipandang sebagai kelompok orang yang hidup di dalam "kegelapan". mereka belum tahu apa-apa tentang Injil. Kehidupan sosial mereka sama sekali merupakan sesuatu yang asing. Dalam perkembangannya, pemahaman ini mulai bergeser karena dipengaruhi oleh berkembangnya ilmu pengetahuan yang mulai memelajari realitas agama-agama bukan-Kristen. Misalnya, seperti yang dinyatakan oleh J.L. van Hasselt "Mungkinkah di kalangan orang kafir dapat ditemukan jejak-jejak dari sisa-sisa yang kecil-kecil gambar Allah? Yang dalam pengakuan Gereja Hervormd diakui terdapat pula di dalam manusia yang telah jatuh ke dalam dosa? Pandangan ini mendorong pemikiran lebih mendalam mengenai alasan PI daripada yang timbul dari paham biblisisme (berdasarkan Matius 28) dan daripada pietisme belaka.
  • Pandangan ini berlanjut dengan melihat bahwa agama suku merupakan sasaran PI.
  • Pandangan bahwa penganut agama suku belum beradab dan oleh karena itu mereka perlu diperkenalkan dengan pemahaman dan pengetahuan modern. Indikasinya ialah "orang-orang primitif" tersebut malas dan bodoh.
  • Propaganda gereja tidak lagi menjadi prioritas dalam PI. Mereka sama-sama menghindari penekanan dogmatis dari tiap-tiap sekte. Yang diinginkan adalah orang mendegar berita kesukaan tanpa keharusan mengikuti aliran-aliran tertentu.
2. Persamaan Sikap
  • Kedua badan zending bersikap menghargai bahasa daerah setempat walaupun sampai pada batas-batas tertentu, yakni karena melihat kepentingan bahasa itu bagi PI. Dengan perkataan lain, membuat sedemikian rupa sehingga bahasa tidak menjadi rintangan bagi PI. Hal itu terlihat bahwa para pekabar injil mengetahui sedikit-banyak bahasa-bahasa yang digunakan oleh penduduk lokal. Paling sedikit, mereka menguasai bahasa melayu yang waktu itu berperan sebagai bahasa pergaulan.
  • Penekanan pada aspek pendidikan. Kegiatan bidang pendidikan hampir tak pernah diabaikan. Rupanya, kedua badan zending ini menyadari bahwa pendidikan sangat berhubungan dengan PI. Banyak sekolah didirikan, murid-murid yang berhasil dididik maupun tenaga-tenaga pengajar yang dikirim dari Belanda, juga tenaga pengajar yang coba dilatih menjadi pendeta pembantu, guru injil, dsb.
3. Perbedaan Sikap
  • Dalam hal penguasaan bahasa, badan zending Calvinisme yang didominasi NZG menunjukkan beberapa sikap yang tidak selalu sama. Ada pekabar injilnya yang sangat respek terhadap bahasa daerah, seperti yang ditunjukkan oleh para pekabar injil di Sulawersi Utara. Adapula yang menganggap bahwa bahasa lokal tidak terlalu berguna untuk PI. Pendapat golongan kedua ini didasarkan alasan bahwa penggunaan bahasa lokal akan lebih mendekatkan orang kepada agama sukunya. Yang kedua, kosakatanya kedengaran kasar dan primitif, serta tidak dapat digunakan untuk menyampaikan maksud PI.
  • Para pekabar injil RMG yang dominan mewakili badan zending Lutheran tidak lagi menganggap bahasa lokal tidak berguna. Dari beberapa literatur yang diperoleh disebutkan bahwa tindakan pertama seorang pekabar injil RMG adalah memelajari bahasa yang digunakan oleh masyarakat lokal. Sebagai contoh: Nommensen (Tanah Batak), Lett (Kep. Mentawai), Denninger (Nias).
  • Pekabar injil dari badan zending Calvinisme sangat mengutamakan kehidupan rohaniah dari orang-orang yang menjadi sasaran PI-nya. Hal itu tampak dari aktivitas mereka yang lebih dominan seperti katekisasi, ibadah, khotbah, ibadah doa, baptisan, perjamuan kudus, praktik disiplin gereja.
  • Pekabar injil dari badan zending Lutheran menempatkan kepentingan perkembangan spiritual seimbang dengan kepentingan material. Hal itu tampak dari kegiatan-kegiatan para pekabar injil yang tidak hanya menerjemahkan PL dan PB, serta ibadah, tetapi juga melakukan perbaikan pertanian, peternakan, mengajar cara menggiling beras, membantu memberi pinjaman uang dengan bunga rendah kepada para hamba dan orang miskin, serta membuka sekolah-sekolah. Nommensen, misalnya, berpendapat bahwa "Jikalau kita hanya menabur kerohanian saja maka tak mungkin kita menuai manusia segenapnya". Maksudnya adalah gereja harus memperhatikan hal-hal atau kebutuhan materi juga.
4. Kedua badan zending ini sama-sama menekankan pendidikan namun proses dan aktivitasnya tidak selalu sama. Di daerah-daerah yang dilayani oleh zending Calvinisme, dalam hal penyelenggaraan sekolah, zending menyediakan tenaga guru atas permintaan penduduk, setelah dibangun sekolah oleh penduduk lokal. Di Tanah Batak misalnya, yang dilayani oleh badan zending Lutheran, terdapat fakta yang unik. Sekolah dibangun dengan konstruksi bangunan yang sangat sederhana jauh dari bayangan orang-orang Belanda. Pelajaran diberikan oleh pendidik asal Batak dengan muatan pendidikan yang sangat berhubungan erat dengan pemahaman suku. Latar belakang usia calon anak didik pun tidak terkategori seperti yang dilakukan oleh para misionaris Belanda. Perkembangan yang dialami di Tanah Batak dilanjutkan ke Pulau Enggano yang juga dilayani oleh badan zending Lutheran. Ketika pendidikan akan dilaksanakan di situ, bukan orang-orang RMG yang didatangkan melainkan para penginjil dan guru-guru dari Batak.

5. Pelayanan yang dilakukan oleh badan zending Calvinisme kelihatannya sangat terburu-buru. Hal itu tampak dari jadwal PI misalnya Joseph Kam yang sangat padat dengan jangkauan pelayanan yang bervariasi. Akibatnya, jemaat-jemaat mendapatkan pelayanan rohani yang sangat dangkal dan singkat. Hal ini berbeda dengan kegiatan badan zending Lutheran yang daerah pelayanan PI-nya di Nusantara (Indonesia) tidak seluas NZG dari Calvinisme. Salah satunya ialah karena para pekabar injil menetap cukup lama di suatu tempat. Proses masuknya orang-orang pribumi menjadi penganut agama Kristen berjalan tanpa kejaran waktu yang terlalu ketat. Denninger, misalnya, menunggu 9 tahun di Nias baru dilaksanakan baptisan pertama. Itu pun terlaksana atas permintaan masyarakat lokal sendiri. Hal ini berdampak besar. Orang-orang Nias bertobat dalam kelompok yang sangat besar dan berakar cukup dalam. Dari catatan-catatan yang ditemukan terlihat bahwa banyaknya penduduk yang bertobat membuat para pekabar injil kelabakan untuk melayani mereka. Setiap hari mereka datang dalam kelompok yang besar untuk mengaku dosa-dosa mereka sebelum dibaptis. Apa yang mereka akui itu sampai pada hal-hal yang sangat pribadi dan sederhana. Misalnya, ada yang mengaku telah mencuri sebuah kelapa 20 tahun yang lalu. Jadi dapat kita bayangkan betapa mendalamnya makna "pertobatan" bagi mereka.

Analisis Perbandingan

Pekabaran Injil yang dilakukan oleh badan zending Calvinisme dan Lutheran tidaklah identik dengan sebuah gereja yang melatarbelakanginya. Oleh karena itu, ciri khas mereka pun terlihat jelas. Adakalanya pandangan dan sikap mereka mirip dengan aliran gereja tertentu tetapi pada waktu yang lain tidak kelihatan seperti itu lagi. Zending Calvinisme sangat menjunjung pietisme. Hal itu berdampak terhadap pandangan dan sikap mereka yang "bercita-cita" membentuk suatu kelompok orang hasil PI yang saleh dan menerima Injil apa adanya. Para pekabar injil hanya mau menyampaikan apa yang mereka ketahui tentang itu. Oleh karena itu, sejarah hidup Yesus dan pelayanan-Nya selalu menjadi substansi pokok dari berbagai aktivitas.

Begitu pula Lutheran. Namun, menyangkut RMG ini pun muncul gejala yang sangat unik. Mereka adalah hasil penyatuan (union) dari Lutheran dan Calvinis. Kegiatan mereka sesekali sangat dipengaruhi oleh semangat pietis, namun pada saat yang lain kelihatan tidak ada pengaruh pietis. Hal ini dilatarbelakangi oleh proses lahirnya masih merupakan perkembangan yang sedang berproses: apakah penyatuan tersebut menyangkut isi ajaran atau hanya segi organisasinya saja.

Dalam ber-PI, badan zending Calvinis (NZG, UZG) sering mengalami ketegangan dengan pemerintah Belanda baik menyangkut substansi PI maupun persoalan keuangan. Ini berdampak pada hasil PI mereka. Pada kenyataannya sering terdapat jemaat yang ditinggal pergi sebelum benih Injil ditabur dengan baik. Pada sisi lain, hasil PI dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan pengetahuan para pekabar Injil yang sangat minim.

Badan zending Calvinis lahir dari gereja[-gereja] Belanda yang sementara mengalami perubahan secara cepat. Ada PI yang hadir dengan latar belakang gereja yang masih sepakat dengan negara. Artinya, masih setuju negara campur tangan dalam urusan-urusan gereja. Tetapi ada pula pekabar injil yang lahir dari gereja yang menginginkan kebebasan penuh atau lepas dari intervensi negara. Pengelompokan ini membantu kita dalam melihat sepak terjang mereka di Indonesia. Yang dari situ dapat dilihat bahwa ada kelompok yang terus berusaha menyesuaikan diri dengan kebijakan pemerintah; ada pula kelompok yang benar-benar murni ingin menjalankan PI.

Dengan demikian, saya melihat bahwa RMG menunjukkan suatu ciri yang lebih berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan situasi lokal dimana PI dilakukan. Sekalipun itu dalam batas-batas kepentingan PI, namun terlihat suatu perkembangan "maju", yakni orang-orang pribumi untuk selanjutnya dipakai sebagai tenaga pekabar injil. Tidak diketahui dengan pasti apakah ada latar belakang kurangnya tenaga RMG, keuangan, dll. Ini membutuhkan penelitian lebih lanjut.

No comments: