Salam Jumpa Dunia!

Welcome to Nancy Souisa's weblog. This blog is an expression of my wrestling and emotions as a woman.

Friday, January 18, 2008

Darah Kental Penyebab Keguguran

Jika istri tercinta berulang kali keguguran tanpa sebab, jangan dulu menganggap Anda tak bakal punya keturunan. Siapa tahu, istri Anda terpapar ACA. Namun, jangan khawatir, banyak peluang untuk menyelamatkan calon buah hati.

Diduga, ACA terjadi akibat kondisi polusi udara di perkotaan. "Sampai saat ini belum ditemukan penyebabnya (yang pasti). Virus dan bakteri yang dituding sebagai penyebabnya pun baru dugaan saja," jelas dr. Adi Sukrisno, Sp.OG.

"Kelainan ini lebih banyak disebabkan oleh faktor internal, keturunan. Bila dalam silsilah ada riwayat keguguran, garis wanita yang berada di bawahnya perlu lebih waspada. Apalagi jika kehamilan sebelumnya pernah mengalami keguguran berulang, janin mati dalam kandungan dan preeklampsia," kata dr. Adi.

Untungnya, ibu hamil yang mengidap ACA tidak melahirkan bayi cacat, seperti halnya jika terkena penyakit infeksi yang disebabkan toksoplasma.

Cepat lelah dan pusing

Dalam keadaan normal, antibodi sebetulnya merupakan kumpulan protein yang dibentuk oleh sistem kekebalan tubuh untuk memerangi substansi yang dianggap asing oleh tubuh (di antaranya bakteri, virus). Celakanya, tubuh salah menilai pada kehamilan ini.

Pada kasus ACA, persisnya tubuh mengeluarkan antibodi yang digunakan untuk menyerang anticardiolipin yang dianggap musuh, meski sebetulnya itu merupakan bagian dari membran. Kemunculan antibodi anticardiolipin inilah yang membuat darah individu jadi lebih kental. Antibodi ACA juga mendorong terjadinya trombosis atau pembekuan darah dalam pembuluh darah.

Bisa dibayangkan, gara-gara ACA organ-organ penting bisa terganggu fungsinya, semisal pembuluh darah arteri, vena, maupun jantung. Gawatnya lagi, jika terjadi pada ibu hamil, bekuan darah di plasenta akan mengganggu pasokan zat gizi dan oksigen bagi janin. Janin jadi tidak bisa berkembang atau meninggal dalam kandungan.

Bisa ditebak akibatnya, terjadi keguguran kandungan. Biasanya keguguran terjadi pada usia kehamilan 3 - 4 bulan. Ketidakberesan biasanya tak disadari, karena gejalanya mirip dengan yang biasa dialami ibu hamil. Semisal cepat mengantuk, cepat lelah, sering pusing, dan sulit konsentrasi. Namun setidaknya, masih ada tanda lain yang dapat dijadikan acuan, yaitu bila setelah lewat empat bulan, keluhan di atas tidak menghilang. Normalnya, lewat empat bulan keluhan itu hilang.

Gejala lainnya, tekanan darah meningkat tanpa penyebab pasti. Gejala itu makin menguatkan kecurigaan akan adanya ACA, jika sebelum hamil tekanan darah calon ibu normal saja.

Risiko kehadiran ACA terhadap janin tak bisa dipandang sebelah mata. Soalnya, kebutuhan pasokan makanan bagi janin akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia janin. Sementara di saat bersamaan, antibodi anticardiolipin yang terbentuk semakin banyak, sehingga pasokan zat gizi dan oksigen untuk janin semakin terhambat. Akibatnya, bisa saja sejak awal janin tak pernah terbentuk alias meninggal dalam periode embrio. Kalaupun mampu bertahan, berat badan bayi yang lahir rendah.

Perlu rajin kontrol

Bila ada kecurigaan adanya antibodi anticardiolipin dalam darah ibu yang mengalami keguguran berulang, ia dianjurkan menjalani tes ACA.

Melalui tes ini diketahui kadar IgG dan IgM. Parameter ini bisa dijadikan pegangan untuk memastikan adanya paparan ACA atau tidak.

Masih menurut dr. Adi, berdasarkan kadar ACA-nya, penderita ACA bisa digolongkan dalam tiga tingkatan. Tergolong mild jika IgGnya berkisar antara 15 - 20, moderate jika antara 20 - 80, dan high jika di atas 80. Sedangkan tingkat kekentalan darah bisa diketahui dengan mengukur cepat-tidaknya darah yang bersangkutan membeku.

"Kalau orang normal darahnya akan membeku dengan tolok ukur waktu 25 - 40 detik, maka pada penderita ACA bisa kurang dari 25 detik sudah membeku," terang dokter yang berpraktik di RS PELNI, Jakarta ini.

Setelah mengetahui positif terpapar ACA, selain ke dokter ahli kandungan, ibu hamil perlu juga memeriksakan diri secara teratur ke dokter ahli penyakit dalam untuk memantau kondisi darahnya. Setidaknya, dua kali lebih sering dibandingkan dengan kehamilan normal. "Biasanya sebelum tujuh bulan, ibu yang terpapar ACA perlu berkonsultasi dua minggu sekali. Di atas tujuh bulan, frekuensinya meningkat jadi seminggu sekali sampai menjelang persalinan," kata dokter yang bermukim di Cinere ini.

Ibu hamil yang terpapar ACA juga harus menjalani tes laboratorium enam minggu sekali. Dari hasilnya, dokter penyakit dalam akan mengetahui kadar antibodi anticardiolopin pasien dan akan memberikan pengobatan. Semakin tinggi kadarnya, kian besar pula risiko terjadinya keguguran. Jadi, semakin besar juga usaha yang diperlukan untuk menurunkan kadar antibodi itu.

Bila antibodi anticardiolipin masih dalam batas aman, pengobatan cukup dengan tablet sejenis aspirin (yang kemampuannya mempertahankan bayi hanya 40%). Pada pemeriksaan berikutnya, internis akan menilai respons pengobatan berdasarkan hasil laboratorium terbaru. Bila kadar antibodi anticardiolipin tetap atau meningkat, pemberian obat akan dibarengi dengan suntikan heparin atau fraksiparin maupun suntikan lain sejenis yang harus dilakukan setiap hari. Obat yang disuntikkan bukan bertujuan menurunkan antibodi anticardiolipin, melainkan menjaga agar antibodi tak menyebabkan trombosis alias pengentalan darah.

Suntikan itu relatif aman buat wanita hamil karena terbukti tidak menembus barier plasenta, hingga tak ada kemungkinan terserap janin ataupun mengganggu pertumbuhannya. "Suntikan sebaiknya dilakukan hingga setelah ibu melahirkan. Sebab, jangan sampai kejadian bayinya selamat, namun ibunya lupa dijaga kadar kekentalan darahnya," ujar dr. Adi, yang memperkirakaan biaya untuk terapi suntik ini bisa mencapai Rp 3,5 juta per bulan.

Dari penelitian yang pernah dilakukan dr. Karmel L. Tambunan terhadap 232 pasien ACA selama 1997 - 2001 diketahui, kombinasi terapi obat dan suntik mampu meningkatkan peluang kesembuhan ACA menjadi sekitar 74 - 96%. Hasil penelitian selama ini di Indonesia menunjukkan, 97% ibu hamil dengan ACA melahirkan bayi normal.

Bila terapi suntik harus dijalani, si ibu sendirilah yang melakukan penyuntikan di sekitar perut setiap hari. Atau, bisa juga dengan bantuan suami. Lewat terapi obat dan suntikan, darah diharapkan makin encer. Tentu dengan catatan, si ibu harus rajin kontrol dan teratur menjalani terapi.

Untuk proses persalinannya, pada dasarnya tak beda dengan ibu hamil lainnya. Si ibu tetap bisa melahirkan normal, jika memang tidak ada indikasi lain. Hanya saja, tim medis harus tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya pembekuan darah saat persalinan. Alasan ini pula yang dijadikan salah satu pertimbangan diperlukannya tindakan caesar. Terlebih jika terjadi persalinan lama atau lebih dari delapan jam.

Cukup Minum Encerkan Darah

Mengingat kehamilan dengan ACA termasuk kelompok kehamilan risiko tinggi, sebaiknya ibu hamil menjaga kehamilannya dengan ekstra hati-hati.

Ia mesti istirahat dalam durasi yang cukup, tidur delapan jam sehari, menurunkan stres, makan secara benar baik kualitas maupun kuantitas. Aktivitas lain bebas dilakukan asal tak membahayakan kehamilan.

Kendati belum diketahui makanan apa yang bisa membantu mengencerkan darah, ibu hamil dengan ACA amat dianjurkan mengonsumsi makanan yang serba alami. Pengawet dan menyedap masakan, juga junk food, sebaiknya dihindari. Tujuannya untuk meminimalkan benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh.

Dianjurkan minum banyak air putih minimal dua liter sehari. Mereka yang jarang minum air putih dikhawatirkan darahnya semakin kental. Padahal tubuh tetap mengalami penguapan lewat keringat dan cairan melalui urine. Namun, itu tak berarti air putih bisa langsung mengencerkan darah penderita. *

3 comments:

Steve Gaspersz said...

Ini informasi yang sangat penting. Cogito ergo sum!

Wilson M.A. Therik said...

Syalom, Usi pung blog su mantap tapi lebih mantap lagi kalau beta pung weblog juga ada dalam Usi punya daftar link, sekalian dengan Jurnal Peluang (FE UKIM). Hehehe

Steve Gaspersz said...

Usi Nancy, mana artikel lainnya? Ada sibuk ka apa ee..?